Jumat, 08 Februari 2013

Tabayyun

Di saat Menteri PKS menyatakan perang terhadap pembalakan liar, muncul kasus Soeripto…
Di saat Politisi PKS menyatakan perang terhadap Century, muncul kasus Misbakhun…
Di saat Menteri PKS menyatakan perang terhadap Pornografi, muncul kasus Arifinto…
Di saat Menteri PKS menyatakan perang tehadap produk impor, muncul kasus LHI…
Hanya kebetulankah???

Demikianlah petikan kalimat-kalimat pembelaan oleh para kader PKS yang sejak kemarin berseliweran di berbagai jejaring sosial, forum dan blog. PKS yang dikenal sebagai partai dengan kader intelek dan melek IT langsung bereaksi keras begitu Presiden mereka, Luthfi Hassan Ishaq dijemput KPK. Rata-rata para kader PKS relatif tak termakan berita media, sebab dalam kaderisasinya mereka mengenal yang namanya ats-tsiqah (kepercayaan) kepada qiyadah (pimpinan).

Selama ini, jika ada berita buruk tentang PKS dan kadernya, maka seluruh kader PKS diperintahkan untuk melakukan tabayyun (cek dan ricek). Dalilnyapun ada di dalam kitab suci Al-Qur’an, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan menyesal atas perbuatanmu itu.”

Jadi, apakah para awak media mereka yang menulis berita tentang LHI mereka sebut sebagai orang fasiq? Bisa jadi ya karena pengertian fasiq adalah keluar dari aturan syariat. Apalagi para kader PKS sungguh-sungguh meyakini bahwa heboh kasus LHI yang langsung menjadi headline nyaris di seluruh koran nasional, topik utama di berbagai stasiun televisi sampai menjadi trending topic di twitter ini merupakan semacam konspirasi.

Istilah konspirasi ini pertama kali disampaikan anggota DPR F-PPP, Ahmad Yani. “Ini saling sandera, uji-menguji KPK, jangan dijadikan instruksi politik. Kalau ini betul konspirasi betapa tidak bermoralnya bangsa ini,” ujar Sekretaris Majelis Pakar DPP Partai Persatuan Pembangunan Ahmad Yani di kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/1/2013). Keyakinan kader PKS semakin kuat karena seperti quote di awal tulisan ini yang memang menunjukkan ada semacam kejanggalan setiap kader PKS “ditangkap”. Mereka menyebutnya sebagai kriminalisasi.

Konon lagi, Jimly Ash-Shiddiqie, mantan ketua Mahkamah Konstitusi juga berpikiran bahwa penetapan LHI sebagai tersangka ini janggal karena terlalu cepat. “Ganjil KPK menetapkan Luthfi Hasan Ishaq sebagai tersangka sangat cepat. Cuma beberapa menit setelah penangkapan,” kata pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie, di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (31/1). 

Jimly mengatakan cepatnya penetapan status tersangka Luthfi memunculkan kesan PKS sudah lama menjadi target incaran KPK. Padahal, banyak tokoh politik dari partai lain yang sudah sering disebut-sebut terlibat kasus korupsi, namun hingga kini belum ditetapkan sebagai tersangka. Ia mencontohkan kasus korupsi Hambalang dan Proyek Wisma Atlet. Meskipun dalam persidangan nama Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum sering disebut saksi maupun tersangka, nyatanya sampai sekarang KPK belum juga melakukan tindakan hukum signifikan kepada Anas. Tak hanya Anas, KPK juga dinilai Jimly tidak tegas terhadap politisi Golkar yang juga Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso. Padahal, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum kepada dua tersangka kasus korupsi proyek Alquran dan pembangunan laboratorium madrasah, Zulkarnaen Djabbar dan Dendy Presetya, Priyo disebut menikmati fee satu persen dari total proyek.

Selain Jimly, Pengamat politik Yon Mahmudi mengaku heran dengan aksi KPK kali ini.“Tak ada angin tak ada hujan kok tiba-tiba petinggi PKS ditetapkan sebagai tersangka, hanya karena pengakuan sepihak yang tertangkap tangan,” katanya. Ia juga mempertanyakan apakah KPK tidak perlu konfirmasi atau konfrontasi untuk membuktikan kesaksian valid atau palsu. ”Apakah LHI sudah dipantau sejak lama, mungkin disadap komunikasinya dan diselidiki gerak-geriknya selama ini terkait kasus impor daging?,” kata dosen FIB UI yang disertasinya membahas PKS itu.

Muhammad Assegaf, kuasa hukum LHI, menyesalkan penjemputan yang dilakukan KPK di Kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Rabu (30/1/2013) malam. Menurut Assegaf, penjemputan tersebut tidak menghargai Luthfi sebagai anggota Komisi I DPR yang juga Presiden PKS. “Dipanggil saja, dia akan datang. Itu lebih sopan, lebih menghargai harga diri ketua. Tapi ini tidak,” ujar Assegaf di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (31/1/2013). Assegaf mengatakan, Luthfi tidak berada di lokasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, Selasa (29/1/2013) malam di Hotel Le Meridien dan kawasan Cawang, Jakarta Timur. Luthfi juga tidak berada pada posisi akan menerima uang tersebut.

Menurut Assegaf, KPK seharusnya memanggil Luthfi untuk menjalani pemeriksaan. Namun, yang dilakukan KPK adalah langsung menjemput atau menangkap Luthfi di DPP PKS. Ia pun membandingkannya dengan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alifian Mallarangeng yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. ”Kenapa dilakukan seperti orang tertangkap tangan? Kenapa KPK tidak bisa menggunakan cara-cara yang lebih terhormat? Kenapa terhadap mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Andi Mallarangeng) sudah tersangka di awal tapi tidak langsung ditangkap?,” ujarnya.

Seorang pengurus DPW PKS Sumatera Utara ikut menjelaskan analisa pribadinya yang disebar melalui jejaring sosial, “Terkait dengan isu KPK nampaknya konstruksinya agak kacau balau. Yang bikin skenario kurang profesional. Pertama, Ketika berita penangkapan muncul isunya ikut ditangkap supir Mentan. Ternyata dibantah. Kedua, yang mau disuap adalah anggota komisi IV DPR dari PKS. Sekarang jadi LHI yang jelas-jelas Komisi I. Ketiga, jika kaitannya dengan daging impor, dan tudingannya diarahkan LHI bisa atur Mentan yang notabene kader PKS, jelas salah alamat. Pasalnya Mentan tak lagi mengatur impor daging. Impor daging quotanya yang mengatur Deperindag. Apakah LHI bisa atur Menperindag yang notabene orang SBY. Keempat, disebutkan upaya penyuapan. Yang bersangkutan tidak menerima uang tersebut. Hanya disebutkan uang itu untuk LHI. Apakah adil orang yang berupaya mau disuap dijadikan tersangka? Padahal dia bisa jadi tdk tahu ada upaya itu. Dan apalagi tidak menerima uang tersebut. Wallahualam bishowab. Semoga Allah melindungi kita semua dari makar ini. Aamiin”

Kini, para kader PKS semakin yakin bahwa ini hanyalah kasus pesanan untuk membantai lawan politik jelang Pemilu 2014. Ayi Muzayni, protokoler Presiden PKS Selama ini ana saja tidak pernah mengenal AF (Ahmad Fathan) yang dituduhkan sebagai orang dekat LHI yang tertangkap bawa 1M, bersama wanita ABG itu (naudzubillah) , padahal hampir setiap menit saya mendampingi LHI,” ujarnya.

Mengenai AF ini, dalam rekaman yang diperoleh situs Islamedia, KPK sendiri menyebut AF dengan 2 istilah, yakni “dari swasta”, dan “yaa, mungkin rekan”. Keterangan tersebut dinyatakan Johan Budi selaku Juru Bicara KPK, dalam konferensi persnya pada Rabu malam Kamis lalu di Gedung KPK Jl HR Rasuna Said Jakarta. Entah dari mana datangnya keterangan bahwa AF ialah kader PKS, Sespri, Aspri, maupun staf LHI. “Yang perlu kami tegaskan di sini adalah AF itu bukan kader ataupun anggota PKS,” kata Hidayat Nur Wahid usai menghadiri pertemuan dengan Ketua Majelis Syuro PKS, Hilmi Amminudin, di Bandung Utara, Jawa Barat, Kamis, seperti diberitakan Antara. Apalagi terungkap banyaknya pemberitaan lebay berisi fitnah di sejumlah media.

Seperti portal berita sekelas Liputan6.com sampai-sampai melakukan kesalahan fatal dalam penyampaian berita lewat jurnalisnya yang bernama Ferry Noviandi. Di sana dalam paragraf kedua ada tertulis, “Luthfi Hasan ditangkap tangan oleh KPK, Rabu (30/1/2013) malam. Dari penangkapan tersebut, KPK mendapatkan uang Rp1 miliar sebagai uang suap kepada Luthfi. Selain itu, setelah menerima uang suap, Luthfi berada dalam satu kamar hotel bersama wanita bernama Maharani.” Ini jelas keliru karena LHI tidak tertangkap tangan bahkan ia dijemput hanya karena pengakuan AF bahwa ia berencana memberikannya kepada Luthfi.

Lain lagi dengan situs tempo.co. Dalam setiap beritanya, ada istilah Suap Daging PKS. Padahal ini merupakan kasus LHI, bukan kasus institusi. Tapi Tempo berusaha menggiring opini publik bahwa jika ini adalah pekerjaannya PKS sebagai sebuah organisasi. Sungguh tendensius sekali.

Berita lebih aneh muncul di Rakyat Merdeka Online. Dalam salah satu beritanya diwww.rmol.co/read/2013/01/31/96452/PKS-harus-Bubar-Minimal-Minta-Maaf-kepada-Umat-Islam, Direktur Eksekutif Indonesian Constitutional Watch (Icon) Razman Arif Nasution meminta PKS dibubarkan karena adanya penetapan LHI sebagai tersangka. Kata kader PKS, ini baru jadi tersangka saja sudah diminta bubar, partai-partai lain semacam Golkar, Demokrat dan PDIP yang kadernya sudah ramai memenuhi hotel prodeo kok tidak diminta bubar? Ilustrasi Konspirasi Penyesatan Opini Publik di Media.

Jadi wajarlah kemudian kalau PKS semakin meyakini bahwa semua peristiwa ini memang makar yang diciptakan lawan politik. Justru hanya para koruptorlah yang benci PKS dan takut PKS menang. Tak ingatkah kita pada kasus Misbakhun yang akhirnya diputus MA tidak bersalah? Begitupun, umumnya kader PKS menyikapi semua ini dengan sangat positif. Ini terlihat dari berbagai postingan kader-kadernya dari level pembesar hingga akar rumput di jejaring sosial. Sampai-sampai ada yang bilang syukur karena dengan kasus ini PKS mendapat iklan gratis selama sekian hari dibahas di media massa. Bahkan Luthfi Hassan Ishaq semakin mudah dikenal dengan singkatan LHI. Padahal Abu Rizal Bakrie harus menciptakan dan memasang ribuan iklan untuk mengenalkan dirinya sebagai ARB.

Sementara dalam grup facebook Indonesia Harapan Itu Masih Ada (IHIMA) yang dikelola kader PKS, muncul pula dukungan terhadap KPK dalam upaya pemberantasan korupsi. Namun dukungan itu disertai peringatan agar KPK bersikap objektif jangan sampai melakukan penghancuran terhadap ikon anti korupsi.